“Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu
Abdirrahman Mu’adz bin Jabal, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda: “Bertakwalah kepada Allah di mana dan kapan saja kamu berada.
Ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan
menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”
(Hadits riwayat At-Tirmidzi).
Bertakwa
“Bertakwalah kepada Allah, kapan dan dimana kamu berada.”
Perintah bertakwa kepada Allah, bermakna
carilah perlindungan kepada Allah. Dengan kata lain, buatlah tembok
pemisah antara diri anda dengan kemaksiatan kepada Allah. Jauhi
perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah.
Takwa juga diartikan sebagai rasa takut
yang berkelanjutan, kewaspadaan yang tiada henti, dan kehati-hatian
terhadap duri-duri jalan kehidupan. Umar bin Khattab pernah bertanya
kepada Ubay bin Ka’ab tentang makna takwa. Ubay balik bertanya,
“Pernahkah engkau berjalan di jalanan yang banyak durinya? “ya pernah,”
jawab Umar. Ubay bertanya lagi, “Apa yang engkau lakukan?” Umar
menjawab,”Aku berusaha berhati-hati.” “Itulah takwa,” simpul Ubay.
Duri-duri yang dimaksud adalah hawa nafsu, kerancuan (syubhat), angan-angan kosong, juga harapan-harapan kepada selain Allah.
Seorang ulama-Thalq bin habib-
mengungkapkan hakikat takwa, “Takwa adalah berbuat taat kepada Allah
dengan mengharap pahala-Nya di bawah pancaran cahaya dari-Nya. Dan
meninggalkan maksiat kepada-Nya karena takut Hukuman-Nya.”
Rasulullah memberikan arahan agar kita
selalu bertakwa. Baik ketika di hadapan manusia, ataupun dalam keadaan
sendiri. Sepi atau ramai bukanlah alasan untuk melepas takwa. Pendeknya,
bertakwa kepada Allah di segala waktu dan tempat. Di antara yang
membantu mengokohkan ketakwaan adalah selalu menyadari bahwa Allah
senantiasa melihat dan mengawasi para hamba. Allah berfirman yang
artinya: “Tidakkah kamu perhatikan , bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada
pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya.
Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang
keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari
itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun
mereka berada. Kemudian mereka akan memberitahukan kepada mereka pada
hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”(Al-mujadilah:7).
Hapus Keburukan Dengan Kebaikan
“Ikuti perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya.”
Jika kita melakukan dosa, Naudzubillah min dzalik,
maka segeralah memohon ampunan kepada Allah atas perbuatan tersebut. Di
samping itu kerjakan kebajikan. Amalan kebajikan itu akan menghapus
dosa dan perbuatan buruk tadi. Shalat, zakat, puasa, haji dan amalan
kebaikan yang ditetapkan syara’ bisa menghapuskan
kesalahan-kesalahan. Itulah kemurahan dan kasih sayang Allah kepada para
hamba-Nya. Tapi kalau keburukan itu berkaitan dengan hak-hak manusia,
maka tak akan terhapus kecuali setelah meminta penghalalan dari orang
yang dizhalimi. Seperti mencaci, memukul, mengambil hak orang atau ghibah.
Minta maaf kepada orang yang dizhalimi, dan bila pernah mengambil
miliknya, kembalikanlah. Barulah keburukan terhapus dengan sempurna.
Secara implisit, hadits ini menganjurkan untuk melakukan muhasabah
(introspeksi). Mengoreksi kesalahan dan dosa yang pernah kita lakukan.
Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab, “Hisablah diri kalian sendiri
sebelum kalian dihisab nanti.”
Mengamalkan pula firman Allah: “Dan hendaknya setiap jiwa memerhatikan apa yang sudah ia perbuat untuk hari esok.” (Al-Hasyr:18).
Baik Akhlaknya
“Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik”
Akhlak yang baik adalah segala
yang mencakup perbuatan baik terhadap manusia lain. Di samping
menghindari tindakan menyakiti mereka. Akhlak punya kedudukan yang urgen
dalam Islam. Ia bisa menjadi tolak ukur kebaikan seorang muslim. Dengan
landasan sabda Nabi yang artinya: “Mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling bagus akhlaknya, dan orang yang terbaik di
antara kalian adalah yang paling baik terhadap isteri-isteri mereka.” (Hadits riwayat Ath-Thabrani)
Rasulullah begitu perhatian dengan
masalah akhlak, di samping beliau sendiri adalah sosok yang berakhlak
tinggi dan mulia. Kesempurnaan akhlak adalah salah satu misi beliau: “Tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”(Hadits riwayat Bukhari)
Ada sebuah ungkapan yang cukup masyhur:
“Sebuah umat akan mampu bertahan bila masih memiliki akhlak, bila nilai akhlaknya telah lenyap maka lenyap pula mereka.”
Pelajaran Hadits
1.Bertakwa kepada Allah adalah kewajiban setiap insan.
2.Senantiasa bertakwa dalam segala situasi dan kondisi.
3.Ketakwaan mempunyai pengaruh yang besar dalam perbaikan jiwa.
4.Hendaknya segera melaksanakan ketaatan setelah sadar melakukan keburukan.
5.Semestinya seorang muslim berhias dengan akhlak yang baik.
6.Muamalah yang baik akan menghilangkan muamalah yang buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar