Jumat, 04 April 2014

DAFTAR NAMA-NAMA PARTAI DAN CALON LEGISLATIF DAPIL SUMBAR II

PARTAI NASDEM 

1. ERIZAL EFFENDI SH, MH
2. DR.HJ SUMARNI ALAM SH, MH
3. NIL MAIZAR, SE
4. DRS. H. YULRIZAL DAHARIN, M.SI
5. DRA. MASNI RANI MOCHTAR, M.SI
6. DRS. MASWIR DT.RANGKAYO MARAJO


PARTAI KEBANGKITAN BANGSA

1. ISNAYULIS BAHAR
2. FEBBY DT BANGSO NAN PUTIAH
3. INDRA SAKTI GUNAWAN LUBIS, SE, AK
4. H. AMRI DARWIS
5. YASMIDAR
6. NASRIAL


PARTAI KEADILAN SEJAHTERA

1. DRS. H. SYAURIUM SY
2. H. REFRIZAL
3. NADIAR
4. H. SYAHRUL SH,MBA
5. H. CATUR VIRGO, SH, SPN
6. HJ. ELVIRA YENI


PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

1. AGUS SUSANTO
2. YOLLA GANTOSURI
3. DR. ING. H. IRWAM BAHAR
4. JASMIR SIKUMBANG, S.PD
5. RAMADI GANTO SUARO, SH
6. RISMAHAYATI, SE


PARTAI GOLONGAN KARYA

1. H. JOHN KENEDY AZIS, SH
2. H. NUDIRMAN MUNIR, SH, MH
3. DRA. HJ. NILMAYETTI YUSRI
4. ROOSDINAL SALIM
5. M. YULMAN HADI, SE, SIP, MM
6. HJ. ANANDA MUTIARA REZEKI


PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA

1. DRS. H. SUKRI BEY, MM, M.SI
2. DRS. ENDANG IRZAL AKT, MBA
3. DRA. ISWARMI BADRAN
4. ADE REZEKI PRATAMA, SE
5. M. ELVIN, SE, MH
6. IR. NELITA MUCHTAR


PARTAI DEMOKRAT
1. CAPT. JOBRIZAL ZAIN, SE, MM
2. IR. H. MULYADI
3. REZKA OKTOBERIA
4. DRS. H. DALIMI ABDULLAH, SH
5. MOHAMMAD JON TASRIF, SE, MM
6. HASLINDA SARI PATRIATNI, SMT


PARTAI AMANAT NASIONAL


1. H. TASLIM, S.SI
2. H. RISMAN MUCHTAR, S.SOS
3. DRA. HJ. NELLY WARNIM KAMSAM
4. DR. H. FACHMI, SH, MH
5. KOMBESPOL(PURN). DRS. H. NAZWAR RISMADI
6. MINA MELINDA


PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN

1. DR. IR. H. M NIZAR DAHLAN, M.SI
2. MUHAMMAD IQBAL, SE
3. DRA. HJ. ELLYA YUNUS, M.SI
4. IR. H. MAHYUDDIN
5. PUSPITASARI, ST
6. H. MARIADI, SE


PARTAI HATI NURANI RAKYAT

1. TIEN ASPASI, S.PD, M.PD
2. RADEN NOH, SH
3. ENDANG TIRTANA
4. DR. ZEFRI, M.SI
5. DRS. YUMETRI ABIDIN, M.SI
6. RINI EFRIANTI


PARTAI BULAN BINTANG

1. ARDINAL HASAN, S.AG, MM
2. DRS. ADITYAWARMAN THAMA
3. DRA. HJ. ROSNONI
4. ABDUL KHALIS RAAZAK, M.PD
5. ELLY SORAYA NURUL HUDA, SE, MM
6. HAMDAN NOOR MANIK, SP


PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA

1. BUYUNG ATANG
2. DRS. TATEN SYAMSIR
3. SARI BUNOVIANTI
4. DRS. H. SOFYAN SOEDJAJA, MA
5. HJ. YUSTINA
 

Senin, 13 Januari 2014

TATA CARA DAN BACAAN DOA SHOLAT DHUHA LENGKAP

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Tata cara dan bacaan doa setelah sholat dhuha lengkap-
Sholat dhuha adalah sholat sunah yang di lakukan di waktu dhuha (sekitar jam 7-11 pagi). Sholat dhuha dilakukan secara sendiri atau tidak berjamaah (Munfarid). Bagi yang ingin melaksanakan, tapi tidak tahu tata caranya, Nih silahkan simak tata caranya:

Niat Sholat dhuha  
Untuk niat sholat dhuha hampir sama dengan sholat sunah lainnya, yaitu sebagai berikut:  
Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa

Artinya: Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah.

Tata cara sholat dhuha 
Tata cara sholat dhuha hampir sama dengan sholat sunah pada umumnya,
  1. Setelah membaca niat seperti yang telah tertulis diatas kemudian membaca takbir,
  2. Membaca doa Iftitah
  3. Membaca surat al Fatihah
  4. Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam  dan rakaat kedua surat Al Lail
  5. Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
  6. I’tidal dan membaca bacaannya
  7. Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
  8. Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
  9. Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
  10. Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.
Jumlah rakaat sholat dhuha
Sholat dhuha dilakukan dalam satuan dua rakaat satu kali salam. Sementara itu untuk berapa jumlah maksimal sholat dhuha ada pendapat yang berbeda dari para ulama, ada yang mengatakan maksimal 8 rakaat, ada yang maksimal 12 rakaat, dan ada juga yang berbedapat tidak ada batasan.

Doa sholat dhuha

اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

Allahumma innadh dhuha-a dhuha-uka, wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqi fis samma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’asaran fayassirhu, wainkaana haraaman fathahhirhu, wa inkaana ba’idan fa qaribhu, bihaqqiduhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatini maa ataita ‘ibadakash shalihin.

Artinya :
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.


 Demikian artikel tentang Tata cara dan bacaan doa setelah sholat dhuha lengkap. Semoga setelah membaca artikel ini menjadikan anda lebih rajin dalam melaksanakan shalat dhuha. Mohon maaf bila ada kesalahan.
Semoga Bermanfaat!!!

Senin, 04 November 2013

manfaat kritikan dan koreksi ( jangan jadi anti kritik )

saya perlu menuliskan manfaat kritikan dan koreksi karena mengingat masalah ini adalah masalah yang juga melekat dalam kehidupan kita sehari-hari, yang terkadang sering membuat keretakan karena kekurang pahaman kita akan manfaat kritikan dan koreksi, bahkan ada yang merasa rendah diri hingga nyaris hilang nyali kritisnya. Apakah dilakukan secara santun atau pedas, kedua-duanya sama-sama memiliki manfaat, dan mengajarkan kedewasaan kepada kita dalam menanggapi dan menghadapi sesuatu.
Kenapa saya tidak menulis tentang “kritikan” saja? Karena saya melihat ada juga orang yang tidak suka “dikoreksi”,  lalu timbul sifat, merasa terhina ketika pendapatnya tidak benar, lalu besoknya murung, merasa tidak pantas ikut dalam kencah keintelektualan. Hehehe…  :-D biar kepala tidak sakit dan dada sesak. Berlapang dadalah, terimalah kebenaran dari siapapun yang menyampaikan. Karena itu untuk kebaikan kita.
Hal ini juga sama dengan kritikan, ada yang masih saja marahdan tidak suka  jika dikritik, lalu timbul sifat sombongnya dan merasa sok jagonya. Kalau dia mengkritik orang, orang welcome, tapi ketika dikritik balas dan dikoreksi, malah marah, lalu ngeles tidak mengakui kesalahan. :)
Sebenarnya kita tidak perlu marah atau merasa kesal jika dikritik atau dikoreksi oleh seseorang, atau bahka merasa rendah diri sekalipun. Toh, manfaatnya untuk kita. Manfaat yang paling utama adalah AGAR KITA TIDAK TERJEBAK DALAM KESOMBONGAN DAN MERASA BENAR SENDIRI karena kesombongan dan kebenaran hanya milik Allah semata. Dan manfaat kedua adalah AGAR KITA BISA MENGUKUR ILMU DAN PEMAHAMAN KITA SEHINGGA BISA MEMOTIVASI KITA UNTUK MENINGKATKAN ILMU DAN PEMAHAMAN KITA.
Dengan kritikan atau koreksi seseorang kita bisa membebaskan diri dari kesombongan dan merasa benar sendiri. Karena kiritikan dan koreksi bisa menjadi alat ukur pengetahuan dan pemahaman kita. sekaligus menjadi sarana tarbiyah (pendidikan) untuk kita mendewasakan diri dan menambah ilmu.
Apakah kritikan atau koreksi seseorang akan menghinakan kita?
TIDAK! Justru dia akan menaikkan kewibawaan kita, menambahkan ilmu, dan membuat kagum banyak orang. Saya belum pernah melihat dan mendengar seseorang yang dikritisi pendapatnya yang salah dengan pedas sekalipun, dan ketika itu juga dia merasa pendapatnya salah menjadi terhina dihadapan banyak orang, justru yang ada, orang salut dengan kerendahan hatinya, dan lawan berbicarannya pun menjadi segan dan hormat kepadanya.
Berbeda jika kita ngotot, apalagi pendapat kita salah. Ketika pendapat kita benar, lalu kita tetap maksa saja bikin orang ngeh, apalagi kalau salah. Dan akhirnya saya sering melihat dan mendengar mereka yang tidak suka dikritisi dan kurang lapang hati menjadi bahan ejekan banyak orang di belakangnya. Dan orang-orang pun tersenyum sinis menyindir melihatnya.
Dan bagi yang suka minder dan merasa rendah hati jika pendapatnya dikritisi dan dikoreksi, tidak usah sedih dan bersifat demikian. Justru itu memberikan manfaat yang besar bagi kita. Dengan kritikan kita bisa mengetahui seberapa dalam ilmu dan pemahaman kita
Jadi, kritikan dan koreksi begitu bermanfaat. Dia melambangkan apakah kita termasuk orang besar atau tidak. Orang yang besar adalah mereka yang berjiwa besar, tidak sombong, rendah hati, mau belajar dari orang lain, saling menghormati, menerima masukkan, kritikan dan koreksi orang lain, jika dia salah, maka dia lansung mengakui kesalahannya, dan meminta maaf. Sifat pemaaf dan saling berbagi juga termasuk sifat orang besar tersebut. :)
Mungkin, kesombongan akan meraja lela jika tidak ada kritikan dan koreksi, dan ini pasti akan menyebabkan perpecahan dan perperangan yang berbahaya. Maka, beruntunglah kita dengan adanya Krirtikan dan Koreksi, dan itu merupakan barang berharga dalam kehidupan kita… :DsA

Rabu, 19 Desember 2012

“Peristiwa Situjuh adalah Rangkaian Perjuangan PDRI yang dicabik-cabik oleh Belanda”



19 Desember 1948
Yogyakarta dan Bukittinggi diserang oleh Belanda, secara  serentak Kabinet Hatta mengeluarkan dua surat mandat tentang pembentukan Pemerintah Darurat untuk Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi dan Mr. A.A. Maramis di New Delhi. Pada saat yang sama Mr. Sjafruddin Prawiranegara mengadakan rapat darurat dengan para pemimpin di Bukittinggi dan mengumumkan secara terbatas tentang pembentukan PDRI.

20 Desember 1948
Rapat-rapat dilakukan di Bukittinggi, sementara arus pengungsi keluar kota mulai terjadi. Kepala Staf AURI Komodor H. Soejono memerintahkan penyelamatan dua Stasiun Radio PHB AURI dengan membawanya ke Halaban (Payakumbuh Selatan) dan Piobang, Stasiun Radio tersebut adalah :
a. Stasiun Radio di bawah Opsir Udara III Luhukay.
b. Stasiun Radio di bawah Opsir Udara III M.S. Tamimi.

21 Desember 1948
Rombongan pemerintah sipil, termasuk Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan Mr. Teuku Hasan meninggalkan Bukittinggi untuk seterusnya mengungsi ke Halaban. Kepala Kepolisian Sumatera Barat , Komisaris Sulaiman Efendi dan sejumlah pemimpin menyingkir ke Lubuk Sikaping, Pasaman. Stasiun Radio AURI pimpinan Lahukay tiba Halaban, tetapi tidak sempat mengudara, karena dibumihanguskan di Halaban. Stasiun Radio Pemancar pimpinan M. Jacob Loebis sampai di Piobang, Payakumbuh untuk seterusnya dibawa ke Koto Tinggi, tengah malam Kota Bukittinggi dibumihanguskan.

22 Desembar 1948
Pembentukan Kabinet PDRI di Halaban. Stasiun Radio PHB AURI Pimpinan Tamimi diserahkan oleh Komondor H. Soejono Kepala PDRI (Sjafruddin Prawiranegara) untuk melayani komunikasi radio Mr. Sjafruddin Prawiranegara beserta rombongannya. Stasiun Radio itu ikut serta bergerilya hingga ke tempat pengungsian di Bidar Alam.

23 Desembar 1948
Stasiun Radio Tamimi di Halaban untuk pertama kali dapat berhubungan dengan Stasiun Radio AURI yang lain, baik yang berada di Jawa maupun di Sumatera (Ranau, Jambi, Siborong-Borong dan Kotaraja). Sjafruddin Prawiranegara merasa gembira menerima laporan tes kemampuan Stasiun Radio PDRI, dan memngumumkan berdirinya PDRI.

24 Desembar 1948
Menjelang Subuh, rombongan PDRI di bawah pimpinan Sjafruddin Prawiranegara meninggalkan Halaban menuju Pekan Baru, melalui Lubuk Bangku dan Bakinang. Stasiun Radio Tamimi dengan semua peralatan pengirim dan penerima ditempatkan pada sebuah Jip, mengikuti rombongan PDRI Awak (Crew) Stasiun Radio tersebut adalah :

1. Opsir Udara M.S. Tamimi sebagai Kepala
2. Sersan Mayor Udara Kusnadi. sebagai Teknisi merangkap Teloegrafis
3. Sersan Mayor Udara R. Oedojo, Telegrafis
4. Kopral Udara Zainal Abidin,Telegrafis Mengabungkan diri di Bidar Alam dari Pangkalan Udara Jambi.
5. Letnan Muda Udara III Umar Said Noor, Bagian Sandi
Mengabungkan diri di Bidar Alam dari Pangkalan Udara Jambi.

Stasiun Radio Tamimi mengunakan kode pangil (Call Sign) “UDO” singkatan dari Oedojo. Sering dipakai juga Call Sign “KND” atau “ZAY” singkatan dari Kusnadi dan Zainal Abidin. Type sender yang digunakan ialah MK III 19 Set.

24 - 26 Desembar 1948
Rombongan Rasjid tiba di Koto Tinggi, dilengkapi dengan beberapa set perlengkapan Stasiun Radio :

a.Stasiun Radio AURI yang melayani Gubernur Sumatera Barat/Tengah di Koto Tinggi adalah Stasiun Radio ZZ di bawah pimpinan Opsir Muda Udara I M. Jacob dengan ahli telegaf antara lain Zainul Aziz, Soesatyo, Soegianto, Soeryo.

b.Stasiun Radio AURI yang bertugas mulai 22 Desember 1948 sampai 11 November 1948 mengikuti Gubernur Sumatera Barat/Tengah Mr. Rasjid dengan type sender : TCS-10

c.Stasiun Radio yang berpindah-pindah tempat, mulai dari Desa Koto Tinggi, Puar Datar (di sini hampir saja Stasiun Radio ini diketahui olah Belanda yang menyerbu Puar Datar, tetapi berkat kesiagaan dan kegesitan para awak pihak Belanda dapat dikelabui), Sungai Dadok sampai Mudik Dadok. Sebelum memasuki Kota via Piobang, pada tanggal 11 November 1948, Stasiun Radio ini beroperasi di Sungai Rimbang, Stasiun Radio AURI ini mampu berhubungan pula dengan Jawa dan Luar Negeri (India).

d.Stasiun Radio AURI yang melayani Mr. Sjafruddin Prawiranegara di Koto Tinggi, antara 19 Juni 1949 dan 8 Juli 1949, berakhir saat tokoh ini berangkat ke Yogyakarta.

Rombongan Sjafruddin Prawiranegara berada di Bangkinang. Sewaktu rombongan berada di Bangkinang. Belanda yang mengunakan pesawat-pesawat P-51 menyerang dengan bom.
Stasiun Radio mengirim berita ke Pangkalan Udara Jambi, menyampaikan permintaan PDRI agar pesawat RI 005 PBY (AU) diterbangkan kesalah satu sungai di Riau, ternyata kemudian pada tanggal 29 Desember 1948 ketika Belanda menyerbu Kota Jambi, pesawat yang dimaksud tenggelam di Sungai Batang Hari saat berusaha lepas landas.

27 - 28 Desembar 1948
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara segera meninggalkan Bangkinang, menuju Tarakan Buluh dan menyeberangi Sungai Kampar untuk meneruskan perjalanan ke Teluk Kuantan. Beberapa sadan ditinggalkan dan ditenggelamkan ke dalam sungai. Setelah melewati beberapa kampong antara lain Lipat Kain dan Muara Lembu, Jip berisi peralatan Sender terbalik, masuk kubangan lumpur beserta seluruh penumpangnya. Penumpang Jip itu adalah
Sjafruddin Prawiranegara, Tumimi (yang bertindak sebagai sopir), Oedojo dan Kusnadi. Sjafruddin Prawiranegara kehilangan kacamatanya, untunglah jip beserta peralatan pengirim tidak mengalami kerusakan, meskipun memerlukan waktu sehari semalam untuk dibersihkan dan dikeringkan. Sedangkan Sjafruddin Prawiranegaraberuntung mendapatkan kacamata “baru” dari seorang Dokter yang bertugas di wilayahn itu.

29 Desembar 1948
Perjalanan diteruskan ke Teluk Kuantan, ditepi Sungai Kuantan mereka menginap. Sementara itu Panglima Kol. Hidayat singah di Koto Tinggi dalam perjalanan cross-country dari Selatan ke Utara Sumatera, hingga ke Aceh. Hidayat mengadakan rapat dengtan Gubernur Rasjid dan mengambil keputusan merombak Pemerintahan Sipil menjadi Pemerintahan Militer. Semua pejabat Gubernur Sipil dan segenap jajarannya dimiliterkan dan semua Wakil Gubernur diangkat dari Tokoh Militer.

30 - 31 Desembar 1948
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki dari Taluk ke Sungai Dareh, semua kendaraan di tinggalkan di Taluk. Pada suatu tempat tertentu antara Taluk dan Sungai Dareh peralatan Sender diangkut melalui hutan dengan Lori bekas Jepang. Penumpang Lori hanya dua orang yaitu : Ir. Indra Tjahja sebagai masinis dan Oedojo (Telegrafis) sebagai penjaga peralatan Sender.

1 Januari 1949
Tahun Baru rombongan menginap selama tiga hari di Sungai Dareh, beristirahat dan merayakan tahun baru. Stasiun Radio sempat mengirimkan Ucapan Selamat tahun Baru kepada seluruh Stasiun Radio AURI di Jawa dan Sumatera yang melayani Pemerintahan Sipilo dan Militer.

3 Januari 1949
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara berangkat dari Sungai Dareh ke Bidar Alam via Aabi Siat dan Abai Sangir. Rombongan dibagi menjadi tiga : (1) Rombongan Induk dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara, menempuh jalur Sungai Batang Hari dengan mempergunakan sampan yang digerakan dengan dayung dan galah dari bamboo. (2) Rombongan Keuangan dipimpin oleh Mr. Loekman Hakim (Menteri Keuangan PDRI) menuju Muara Tebo dengan naik perahu bermotor, membawa klise oeang RI Poeloe Sumatera (ORIPS) untuk dicetak di Muaro Bungo. (3) Rombongan Satsiun Radio dipimpin oleh Wakil PDRI Mr. Teuku Hasan, mengambil jalan darat karena takut tenggelam, dengan berjalan kaki menuju Abai (setelah berpisah kurang lebih 2 minggu mereka bertemu kembali di Bidar Alam).
(Keterangan mengenai ORIPS : Mesin Cetak Uang RI Muaro Bungo dirakit oleh anggota-anggota AURI dari Jambi, yang dipimpin Opsir Udara III Soejono, dari bekas mesin cetak biasa. Hasil cetakan ORIPS itu diserahkan kepada Mr. Loekman Hakim, Menteri Keuangan PDRI dan dibagi-bagikan kepada pemerintah setempat di Muaro Bungo).

4 - 5 Januari 1949
Rombongan Stasiun Radio tiba di Abai Siat dan bersiap-siap menuju Abai Sangir (“From Abai to Abai”). Beberapa peralatan sender yang tidak begitu penting terpaksa ditinggalkan ditengah perjalanan kerena medan yang ditempuh sangat berat.

7 – 9 Januari 1949
Rombongan Stasiun Radio beristirahat selama kurang lebih satu minggu di Abai Sangir. Ketika rombongan stasiun radio berada di Sangir, rombongan keuangan yang dipimpin Mr. Loekman Hakim sudah tiba di Muara Tebo dan siap-siap melanjutkan ke Bidar Alam. Selama di Abai Sangir, stasiun radio tetap mengudara.

10 Januari 1949
Belanda menyerang Koto Tinggi dari basisnya di Payakumbuh.

15 Januari 1949

 


Tragedi Situjuh Batur. Rapat Besar Pimpinan Sumatera Barat di Situjuh Batur digrebek Patroli Belanda. Banyak Korban jatuh termasuk beberapa Tokoh Paling Terkemuka di Sumatera Barat (antara lain Ketua MPRD, Chatib Soelaiman) dan Puluhan Prajurit dan BNPK di Nagari itu. Antara lain yang dimakamkan di Situjuh Batur yaitu :
1 CH. SULAIMAN MPRD
2 ARISUN ST. ALAMSYAH BUPATI
3 MUNIR LATIF LETKOL
4 ZAINUDDIN MAYOR
5 TANTAWI KAPTEN
6 AZINAR LAETNA I
7 SYAMSUL BAHRI LETNAN II
8 RUSLI SOPIR
9 SYAMSUDIN PMT

Yang dimakamkan di Situjuh Banda Dalam adalah :
1 M. ZEIN BPNK
2 RAMLI BPNK
3 SYAMSUL KAMAL BPNK
4 KAMASYHUR BPNK
5 NAKUMAN BPNK
6 MANGKUTO BPNK
7 AHMAD BPNK
8 RAJIMAN BPNK

Yang dimakamkan di Situjuh Gadang adalah :
1 RAUDANI LETDA
2 ABDUDIS LETDA
3 AGUS YATIM LETTU
4 AZIS JUNAID LETTU
5 ABAS HASAN SERMA
6 DARUHAN SERMA
7 RASYID SIRIN KOPTU
8 Y. MALIKI BPNK
9 HASAN BASRI BPNK
10 BURHAN BPNK
11 ALI AMRAN BPNK
12 SYAFWANEFF BPNK
13 A. MALIK BPNK



16 Januari 1949
Rombongan Stasiun Radio beserta Mr. Teuku Hasan tiba di Bidar Alam, rombongan Sjafruddin Prawiranegara sudah tiba disana terlebih dahulu. Sekitar minggu terakhir Januari 1949, seluruh rombongan secara lengkap sudah berada di Bidar Alam.

17 Januari 1949
Stasiun Radio PDRI berhasil melakukan kontak dengan New Delhi.

21 Januari 1949
Sjafruddin Prawiranegara mengirimkan ucapan selamat kepada Nehru dan peserta Konferensi New Delhi tentang Indonesia.

22 Januari 1949
Konferensi New Delhi yang dihadiri oleh 19 Delegasi Negara Asia, termasuk Delegasi Peninjau, mengeluarkan Resolusi (Resolusi New Delhi), yang berisi protes terhadap agresi Militer Belanda dan menuntut pengembalian Tawanan Politik (Soekarno-Hatta) dan semua pemimpin Republik ke Yogyakarta.

23 Januari 1949
Mr. Rasjid dari Koto Tinggi, mengirimkan ucapan selamat atas keberhasilan Konferensi New Delhi.

28 Januari 1949
DK-PBB mengeluarkan resolusi tentang masalah Indonesia.

29 Januari 1949
Hubungan PDRI dengan para pemimpin di Jawa mulai dapat dibuka lewat telegram Kol. T.B. Simatupang, Wakil Kepala Staf APRI, yang melaporkan perkembangan di Jawa kepada PDRI Pusat di Sumatera. Laporan ini kemudian pada 12 Februari 1949 disusul dengan laporan Kol. A.H. Nasution kepada Ketua PDRI.

7 Februari 1949
Menteri Kasimo, atas nama KPPD melaporkan perkembangan terakhir di Jawa sebagai tanggapan atas telegram Ketua PDRI, 15 Januari 1949.

8 – 30 Februari 1949
Komunikasi antar Tokoh PDRI di Sumatera dan Jawa dapat diintensifkan sehingga kepemimpinan dan strategi perjuangan menghadapi kekuatan militer Belanda semakin Terkonsolidasi.
Prakrasa perundingan yang disponsori oleh Badan PBB, UNCI, antara para pemimpin yang ditawan di Bangka dengan para petinggi Belanda di Jakrta di bawah pimpinan Wakil Tinggi Mahkota Belanda Dr. Beel.

28 Februari – Maret 1949
Serangan balik ke Ibu Kota berdasarkan gagasan cemerlang penguasa tertinggi Republik di Yogya, Sri Sultan Hamengku Buwono. Serangan itu dilaksanakan oleh para prajurit yang bermarkas di sekitar Yogya, dipimpin oleh Letkol Soeharto.

2 – 29 Maret 1949
Kontak antara PDRI di Sumatera dan PDRI di Jawa.

3 Maret 1949
Stasiun Radio Dick Tamimi di Bidar Alam menerima radiogram dari Wonosari tentang serangan 1 Maret 1949 (“6 jam di Yogya”). Radiogram tersebut langsung dikirim keseluruh Satsiun Radio AURI di Sumatera, termasuk Koto Tinggi, Aceh. Kabar itu, oleh Stasiun Radio AURI di Koto Tinggi, dikirimkan pula ke Perwakilan RI di New Delhi melalui surat stasiun radio di India. Berita yang sama juga disebarkan oleh Stasiun Radio AURI di Aceh (belakangan diketahui bahwa stasiun radio AURI tersebut berada di Desa Tangse dan di Kota Kotaraja), yang ternyata mempunyai hubungan dengan Stasiun Radio Angkatan Darat Burma. Atas izin pemimpin AD Burma saat itu, Stasiun Radio Angkatan Darat Burma dapat dipergunakan oleh Opsir Muda Udara III Soemarno untuk berhubungan dengan Stasiun Radio AURI di Aceh. Soemarno, telegrafis, bersama Opsir Udara III Wiweko, penerbangan berada di Burma dalam rangka penerbangan RI Seulawah.

31 Maret 1949
Penyempurnaan Susunan Kabinet PDRI. Keanggotaan Kabinet diperlengkapi dengan para Menteri yang masih aktif di Jawa, termasuk Mr. Maramis, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, yang diangkat sebagai Menteri Luar Negeri PDRI berkedudukan di New Delhi.

1 April 1949
Panglima Besar Soedirman akhirnya memilih menetap di Desa Sobo, setelah mengungsi dan bergerilya sejak mundur dari Yogya, Subuh 19 Desember 1948 dia menetap di Desa itu hingga kembali ke Yogya 10 Juli 1949.

15 – 25 April 1949
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara secara bertahap meninggalkan Bidar Alam menuju Sumpur Kudus, tempat musyawarah besar pimpinan PDRI akan diadakan.

4 Mei 1949
Rombongan Gubernur Militer Mr. Rasjid dari Koto Tinggi dan Mr. Moh. Nasroen, mantan Wakil Gubernur Sumatera Tengah yang diangkat sebagai Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera Tengah, tiba di Sumpur Kudus.

5 Mei 1949
Rombongan PDRI Sjafruddin Prawiranegara, secara lengkap tiba di Desa Calau, Sumpur Kudus. Rombongan PDRI meninggalkan Bidar Alam dengan naik perahu dan berjalan kaki melalui desa-desa antara lain Abai Siat, Sungai Dareh, Kiliran Jao, Sungai Betung, Padang Tarok, Tapus, Durian Gadang, Menganti (menginap satu malam) dan akhirnya tiba di Calau, Silantai, Sumpur Kudus.

7 Mei 1949
Pernyataan Roem-Royen di Jakarta, disusul dengan reaksi keras dari pihak oposisi, PDRI dan Panglima Besar Soedirman.

9 Mei 1949
Rombongan Sjafruddin Prawiranegara meninggalkan Calau, menuju ke Sumpur Kudus. Setelah menempuh satu hari perjalanan, rombongan tiba disebuah dataran tinggi. Saat itu anggota rombongan dipecah tiga : Sjafruddin Prawiranegara ke Desa Silangit dan Silantai, Stasiun Radio Sjafruddin ke Desa Guguk Siaur dan rombongan Keuangan ke Desa Padang Aur dam desa-desa lain sekitarnya. Di Daerah Ampalu itu, kru Stasiun Radio AURI bertemu dengan Kru Stasiun Radio PTT di Desa Tamporunggo, Sungai Naning dan desa-desa lain. Sejak saat itu, kegiatan Stasiun Radio Dick Tamimi semakin intensif.

14 – 17 Mei 1949
Sidang Paripurna Kabinet PDRI di Silantai, Sumpur Kudus di daerah Ampalu. Di tempat itu berkumpul semua anggota Kabinet PDRI yang berada di Bidar Alam dan Koto Tinggi, untuk membicarakan reaksi PDRI terhadap prakarsa perundingan yang dilakukan oleh para pemimpin yang ditawan di Bangka (Pimpinan Soekarno – Hatta). PDRI mengeluarkan pernyataan yang menolak prakarsa perundingan kelompok Bangka.


18 Mei – 19 Juni 1949
Sjafruddin tidak kembali ke Bidar Alam, melainkan tetap bersama seluruh anggota rombongan berangkat ke Koto Tinggi.

2 Juni 1949
Sjafruddin melakukan kontak radiogram dengan Hatta, via Kol. Hidayat, Panglima Sumatera yang bermarkas di Aceh.

5 – 10 Juni 1949
Hatta berangkat ke Aceh untuk mencari PDRI

19 Juni – 30 Juli 1949
Stasiun Radio AURI Tamimi (walaupun tanpa Tamimi lagi, karena yang bersangkutan telah ikut ke Koto Tinggi) masih berada di Siaur untuk beristirahat. Mereka ikut berpuasa dan berlebaran di Desa Siaur, pada tanggal 27 juli 1949.

2 – 3 Juli 1949
Utusan Hatta (terdiri dari dr. Leimena, Moh. Natsir dan dr. A. Halim) yang hendak menemui Sjafruddin di Koto Tinggi, tiba di Padang. Setelah menginap satu malam di Hotel Muaro, mereka berangkat dengan konvoi ke Bukittinggi dan seterusnya ke Payakumbuh. Keadaan pada waktu itu belum aman, sehingga kendaraan mereka paling kurang harus berhenti lima kali, karena dicegat oleh Gerilyawan.

6 – 7 Juli 1949
Perundingan antara utusan Hatta dan PDRI berlangsung di Koto Kaciak, Padang Japang Payakumbuh. Setelah melalui perundingan yang alot dan menegangkan, Sjafruddin berhasil diajak kembali ke Yogya, menandai terjadinya rujuk antara PDRI dan kelompok Bangka.

6 – 8 Juli 1949
Rombongan pemimpin dari Bangka tiba di Yogya. Dua hari kemudian utusan Hatta tiba pula di Ibu Kota.

10 Juli 1949
Sjafruddin dan Panglima Besar Soedirman memasuki Yogya. Sjafruddin bertindak sebagai Inspektur upacara penyambutan para pemimpin yang kembali ke Yogya.

13 Juli 1949
Sidang Kabinet Hatta pertama sejak Agresi kedua Belanda dengan acara pokok pengembalian Mandat PDRI oleh Sjafruddin kepada Soekarno – Hatta.

25 Juli 1949
Badan Pekerja KNIP dalam sidang pertama yang dipimpin Mr. Asaat, menyetujui pernyataan Roem Royen, tetapi dengan persyaratan yang diajukan PDRI melalui pengumuman pada 14 Juni. Persyaratan itu adalah : (1) TNI tetap berada di daerah yang didudukinya; (2) Tentara Belanda harus ditarik dari daerah yang didudukinya; (3) Pemulihan Pemerintah RI di Yogyakarta harus dilakukan dengan tanpa syarat.

Sejak itu, babak baru sejarah perjuangan memasuki tahap akhir, hingga menyerahkan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia (RIS) pada tanggal 27 Desember 1949.

Daftar Pustaka :
Mestika Zed, Somewhere in the Jungle
Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Sebuah Mata Rantai Sejarah Yang Terlupakan
Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal.335.

Kamis, 13 Desember 2012

Mengenang PDRI ( Perjuangan yang Hampir Terlupakan )

       Tak berapa lama, peringatan Hari Bela Negara (19 Desember) akan dirayakan. Peringatan itu didasarkan hari terbentuknya PDRI, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Halaban, Sumatra Barat. Tapi bila dibanding peringatan hari besar nasional atau kepahlawan lain, seperti Hari Pahlawan, dan Serangan Umum 1 Maret, peringatan bela negara jauh dari seremonial yang gempita. Benar, kondisi kini tak membutuhkan ekspresi kebangsaan yang meluap-luap. Tidak zaman ‘45 lagi kata anak-anak sekolah. Tetap saja mengganjal pertanyaan di diri kami, jangan-jangan sentrisme Jawa dalam historiografi itulah yang membuat peringatan hari bela negara menjadi sunyi. Persoalannya sudah emosionil; PDRI lahir di luar Jawa yang dianggap outer island.
         Bila dinapaktilasi, PDRI tak sekedar peristiwa sejarah yang dibujuk rezim dengan membuat peringatan yang diberi nama hari bela negara itu. Banyak refleksi sejarah dan hikmah kebangsaan dapat dipetik dari perisitawa itu, peristiwa yang terjadi ketika negara mengarah ke negara gagal. Salah satunya ujian terhadap kepemimpinan tokoh-tokoh nasional, seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, Sudirman, bahkan Sjafruddin Prawiranegara. Lewat PDRI, tampak mana yang negarawan, avonturis, dan pengecut. Apakah mungkin, karena di momen PDRI itu terlihat wajah sesungguhnya para pemimpin yang bopeng-bopeng kemudian PDRI tak dianggap serius oleh bangsa dan sejarah bangsa ini?
    Sehingga membutuhkan satu generasi bagi negara-bangsa kita mengakuinya? Entahlah.

Rabu, 24 Oktober 2012

7 Hikmah dan Keutamaan Qurban ‘Idul Adha

Sebentar lagi kita akan kedatangan tamu istimewa, Hari Raya ‘Idul Adha, dimana di hari itu dan hari tasyrik dilakukan penyembelihan hewan qurba. Jika Anda belum memutuskan untuk berkurban tahun ini, ada baiknya Anda menyimak hikmah dan keutamaan qurban pada hari-hari tersebut:

1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan kurban
Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]

2. Berkurban adalah ciri keislaman seseorang
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah

Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah –sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]

4. Berkurban membawa misi kepedulian pada sesama, menggembirakan kaum dhuafa
“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]

5. Berkurban adalah ibadah yang paling utama
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an Surat Al An’am : 162]
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat…”


6. Berkurban adalah sebagian dari syiar agama Islam
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al Hajj : 34]

7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah kepada Nabi Ibrahim
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]